Penurunan populasi satwa liar global mencapai tingkat mengkhawatirkan, dengan rata-rata penurunan sebesar 73% selama lima dekade terakhir. Data ini diungkapkan dalam Living Planet Report 2024 yang dirilis WWF, menunjukkan ancaman besar terhadap keanekaragaman hayati akibat perubahan iklim, hilangnya habitat, dan eksploitasi berlebihan sumber daya alam.
Para ilmuwan mengidentifikasi bahwa kerusakan habitat yang disebabkan oleh aktivitas manusia, terutama di sektor pertanian dan energi, merupakan penyebab utama. Misalnya, deforestasi besar-besaran di Amazon tidak hanya mengurangi tutupan hutan tetapi juga mendekatkan wilayah tersebut pada “tipping point” yang dapat mengubahnya menjadi savana kering, yang berdampak pada pola cuaca global.
Kondisi ini diperburuk oleh tekanan perubahan iklim yang mempercepat degradasi lingkungan. Hutan tropis seperti Amazon dan terumbu karang di seluruh dunia menghadapi risiko kerusakan permanen. WWF menekankan bahwa sekitar 85% penurunan terbesar terjadi pada populasi air tawar, dengan kerugian signifikan juga terjadi pada ekosistem darat dan laut
Dalam laporan tersebut, ahli biologi dan ekonom WWF menyerukan perubahan drastis dalam pengelolaan sumber daya alam. Sebastien Godinot, ekonom senior WWF, menegaskan perlunya merestrukturisasi alokasi keuangan global agar mendukung aktivitas yang ramah lingkungan. Langkah ini termasuk investasi dalam solusi berbasis alam seperti rehabilitasi hutan dan lahan basah
Ke depan, pemerintah di seluruh dunia diminta menyelaraskan strategi mereka dengan Kerangka Keanekaragaman Hayati Global yang disepakati pada Konferensi Biodiversitas PBB. Strategi ini berupaya melestarikan 30% daratan dan laut dunia pada tahun 2030
Bagi masyarakat, langkah kecil seperti mendukung produk berkelanjutan dan mengurangi jejak karbon dapat memberikan kontribusi nyata. WWF optimis bahwa dengan kolaborasi global, upaya melindungi keanekaragaman hayati dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi planet ini.