Baru-baru ini, dunia maya digemparkan oleh serangan siber besar yang dilakukan oleh kelompok peretas yang dikenal dengan nama Salt Typhoon. Kelompok yang diduga didukung oleh pemerintah Tiongkok ini berhasil membobol jaringan beberapa perusahaan telekomunikasi terbesar di Amerika Serikat, termasuk Verizon, AT&T, dan Lumen Technologies. Serangan ini menandakan ancaman baru yang serius bagi keamanan dunia maya global.
Serangan yang diduga dimulai sejak awal 2024 ini berhasil mengekspos celah-celah dalam infrastruktur kritis AS. Para peretas diduga mengakses informasi sensitif yang terkait dengan permintaan penyadapan pemerintah AS. Ini menimbulkan kekhawatiran tentang potensi kebocoran data yang berisiko tinggi bagi keamanan nasional. Para analis menganggap serangan ini sebagai bagian dari operasi spionase yang lebih luas, di mana Salt Typhoon berusaha untuk mengungkapkan sasaran-sasaran pengawasan AS terhadap China.
Selain perusahaan telekomunikasi AS, serangan ini juga dikabarkan berdampak pada penyedia layanan lain di luar AS, termasuk di Asia Tenggara. Hal ini menunjukkan bahwa Salt Typhoon memiliki cakupan yang lebih luas dan dapat mengakses berbagai jaringan yang vital bagi ekonomi global.
Bahkan, kemungkinan besar, kelompok ini sudah beroperasi selama berbulan-bulan tanpa terdeteksi, memperlihatkan tingkat kecanggihan dalam teknik peretasan yang mereka gunakan.
Pemerintah AS, melalui FBI dan Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS), telah meluncurkan penyelidikan untuk mengungkap seberapa dalam dampak serangan ini. Menurut sumber yang terpercaya, peretas ini menggunakan kelemahan pada perangkat Cisco untuk memasuki jaringan, yang menambah kekhawatiran tentang integritas sistem infrastruktur penting AS.
Keamanan data pribadi dan informasi sensitif kini menjadi perhatian utama. Serangan ini juga menyoroti kerentanannya sistem telekomunikasi yang seharusnya sudah dilindungi dengan baik. Salah satu celah yang menjadi fokus adalah penerapan CALEA (Communications Assistance for Law Enforcement Act), yang memungkinkan akses pemerintah ke komunikasi pribadi dengan surat perintah. Meskipun dimaksudkan untuk penegakan hukum, keberadaan “pintu belakang” ini justru menambah risiko terhadap ancaman dari negara asing.
Para ahli menyebut bahwa serangan ini dapat mempengaruhi lebih dari sekadar jaringan telekomunikasi. Infiltrasi pada infrastruktur kritis seperti ini dapat mengguncang sektor-sektor penting lainnya, seperti layanan medis, listrik, dan transportasi. Ini menambah urgensi bagi perusahaan telekomunikasi untuk meningkatkan sistem pertahanan mereka.
Hingga saat ini, penyelidikan masih terus berlangsung, dan dampak penuh dari serangan ini belum sepenuhnya dipahami. Namun, ancaman yang ditimbulkan oleh Salt Typhoon jelas menjadi salah satu serangan siber paling berbahaya dalam beberapa tahun terakhir. Kemampuan kelompok ini untuk mengakses informasi yang sangat sensitif menunjukkan potensi mereka dalam mengancam keamanan nasional AS dan sekutunya.
Sebagai respon, banyak perusahaan teknologi besar seperti Microsoft dan Google, bersama dengan FBI, telah bekerja sama untuk memperbaiki kerentanannya dan mengidentifikasi jejak digital yang ditinggalkan oleh para peretas.
Sementara itu, pemerintah AS dan lembaga terkait tengah memperketat kebijakan keamanan untuk mencegah peretasan serupa terjadi di masa depan.
Secara keseluruhan, serangan Salt Typhoon menyoroti betapa pentingnya menjaga keamanan data dan informasi dalam dunia yang semakin terhubung secara digital. Ini juga menjadi pengingat bagi negara-negara untuk memperkuat pertahanan dunia maya mereka, mengingat ancaman dari kelompok peretas yang didukung negara semakin meningkat.